Minggu, 08 Juli 2012

Tepat ke 22 tahunku..Bahagia rasanya.Semoga apa yang menjadi ekeinginan dan kebutuhanku tercapai..Amieeennn!!!!Lekas sembuh juga untuk kasihku tercinta...Semangat....Motivasi terpenting yang wajib ditanam.

kosong

Jumat, 08 Juni 2012

a

Senin, 21 Mei 2012

Manfaat Jinten Hitam








Di Persia, ada seorang ahli pengobatan yang bernama Ibnu Sina (980-1037), beliau dikenal sebagai seorang yang jenius dan sangat dihormati sebagai Avicenna. Ibnu sina yang merupakan cendekiawan muslim memuji khasiat jinten hitam. Dalam sebuah buku The Canon of Medicine yang pernah ditulis oleh seorang yang dianggap sebagai ahli dalam bidang pengobatan selain Ibnu Sina, menyebutkan dalam bukunya bahwa khasiat jinten hitam sebagai menstimulir energi bagi tubuh, menghilangkan rasa letih, lesu, menurunkan demam, sakit kepala, sakit gigi, flu/pilek, mengatasi sakit kulit akibat luka atau iritasi, sebagai anti jamur, obat cacing dan parasit.
Jika di India, biji jinten hitam ini disebut kalonyi untuk mengobati gangguan saluran pencernaan dan untuk meningkatkan metabolisme tubuh. Selain itu dalam Ryuveda, biji jinten hitam ini digunakan sebagai obat untuk mengatasi gangguan syaraf, anorexia dan masalah kandungan, memberi efek menenangkan, dan menjaga keseimbangan tubuh.
Ir. Sulfrida Yulianti, seorang ahli dalam ilmu pertanian dalam sebuah buku karyanya menyebutkan tentang jnten hitam yang dapat menyembuhkan segala penyakit dengan Habbatussauda. Biji jinten hitam memiliki 4 macam, seperti Baladi dari Mesir yang bijinya relatif berukuran besar dan hitam pekat, Siri dari Saudi Arabia yang bijinya lebih lembut, warna biji hitam pekat, lalu ada Hindi dan Habbat yang warna bijinya abu-abu yang berasal dari India dan Yaman.
Ir. Sulfrida juga menambahkan bahwa bentuk biji jinten hitam ini hampir sama dengan biji wijen, namun di Indonesia sendiri jinten hitam agak sulit tumbuh karena memiliki iklim yang berubah-ubah dan jinten hitam dapat tumbuh dengan ketinggian kira-kira 700 mdpl. Biji jinten hitam ini memiliki aroma yang khas apabila dipecahkan dan bila dimakan atau digigit akan terasa renyah, agak pedas serta panas dan sedikit pahit.

















Berikut ini adalah beberapa manfaat dari jinten hitam sebagai obat :
a. Manfaat umum dari jinten hitam :
1. Mengatasi perut kembung dan mual
2. Memberi rasa hangat pada perut
3. Membantu meringankan gejala wasir
4. Sebagai pelindung bagi sistem imunitas tubuh (kekebalan tubuh)
5. Meringankan batuk rejan
6. Mengatasi asma
7. Mengobati diabetes
8. Meredakan rasa nyeri pada persendian tulang
9. Mengatasi reumatik
10. Mengobati batuk kering
11. Mengatasi diare
12. Mengatasi gangguan susah tidur /insomnia
13. Mengatasi stress dengan efek menenangkan
14. Membantu membersihkan racun dalam tubuh
15. Obat anti alergi, anti tumorn anti kanker
16. Mengobati bibir sariawan dan pecah-pecah
17. Memperkuat sistem pernapasan, terutama bagi penderita asma
18. Mengatasi sakit jantung, darah tinggi, kencing manis
19. Mengobati kolesterol
20. Mengatasi gejala epilepsi atau ayan
21. Radang pada selaput lendir mata sehingga penglihatan berkabut
22. Batuk rejan
23. Keputihan pada gadis remaja
24. Lepra
25. Radang hidung
26. Demam (daunnya)
27. Sembelit
28. Encok
29. Digigit serangga/ ular
30. Influensa (buah / bijinya)
b. Manfaat jinten hitam bagi wanita :
1. Bila seorang wanita dalam masa kehamilan dan menyususi, dapat mengkonsumsi habbatussauda agar janin atau bayi Anda mendapat nutrisi tambahan yang baik
2. Melindungi janin dari lahir cacat, dan kerusakan otak
3. Memperbanyak produksi ASI
4. Memberikan sistem kekebalan tubuh agar tidak mudah lelah saat masa kehamilan
5. Memberikan nutrisi tambahan bagi ibu yang sedang dalam masa menyusui
6. Menurunkan berat badan dengan cara menghambat proses penyerapan lemak
7. Meningkatkan gairah seksual wanita
8. Mengobati keputihan pada wanita
c. Manfaat jinten hitam bagi anak-anak :
1. Meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan kewaspadaan
2. Sebagai benteng perlindungan bagi sistem kekebalan tubuh bagi anak, agar tidak mudah terserang penyakit
d. Manfaat jinten hitam bagi pria :
1. Penambah stamina
2. Meningkatkan gairah seksual pada pria
3. Mengobati impotensi atau lemah syahwat
4. Meningkatkan kesuburan pria
e. Manfaat jinten hitam bagi Lansia :
1. Mencegah penuaan dini
2. Mencegah gejala dari osteoporosis (pengeroposan tulang)
3. Mencegah penurunan fungsi kerja dari organ tubuh
4. Sebagai makanan bersuplement untuk penambah kekebaln tubuh agar tidak mudah terserang penyakit
5. Mengatasi stroke
6. Mencegah penurunan fungsi kerja dari otak
7. Mencegah pikun

Sabtu, 07 Januari 2012

Jauh Disini Aku Selalu Memegangi Talimu Dan Aku 10 Kaki Dari Tanah
Aku Menyadari Itulah Indahnya Cinta!!!!
Itulah Indahnya Perasaaan Yang Selalu di Jaga..!!!

Jumat, 23 Desember 2011

Jauh di dalam kesepian,sepanjang mataku tak terlelap hanya kegelapan yang tembus dan mampu menguasaiku.
Jauh aku melangkah selalu ada kekasihku namun tidak untuk langkah kali ini,
tak mampu ku mengenalinya lagi
Aku selalu menghibur kesendirianaku dalam neraka yang senantiasa menyapa dan menyambut dengan bahagia akan kedatanganku

Gelap jalan yang telah dan yang akan ku lalui
Sang penunjuk pun mulai enggan menyapa dan memberi arah yang benar
karena telah lama aku menduakanya
Dan bercumbu dengan makhluk lain.
Bagaimana bisa sang penerang akan memihak padaku, Jika aku tetap menjadi seorang IBLIS

Yang aku tau tak ada Cinta yang sejati 
Dalam pandanganku..
Semuanya hanya Kesenangan.

arsitek adalah alat sederhana dari kekuasaan Tuhan

Kamis, 22 Desember 2011

Sebuah pemandangan akan semangat Desain "Spanyol"

Asal Usul Nama Indonesia

Kamis, 08 September 2011

PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.


Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865),
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Makna Politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan!

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah SWT pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, lahirlah Republik Indonesia.